Yang Berhak dan Tidak Berhak Menerima Zakat

Bagikan Kabar Kebaikan

Oleh : Ust. Ahmad Mudzoffar Jufri, Lc.

GOLONGAN YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT

Orang-orang yang boleh dan berhak menerima zakat telah disebutkan oleh Allah secara rinci dalam QS At-Taubah : 60, yaitu sebagai berikut :

  1. Fakir, ialah orang yang tidak memiliki sumber penghasilan atau memilikinya akan tetapi penghasilannya tersebut kurang dari separuh kebutuhannya.
  2. Miskin, ialah orang yang memiliki penghasilan lebih dari separuh kebutuhannya, namun masih belum mencukupi.
  3. ‘Amil, ialah orang yang bertugas mengelola zakat.
  4. Muallaf, ialah orang yang baru saja masuk Islam, atau orang yang sedang diharapkan masuk Islam.
  5. Hamba sahaya.
  6. Orang yang mempunyai hutang.
  7. Fi sabilillah, ialah orang yang sedang berjihad untuk menegakkan agama Allah.
  8. Ibnu sabil, ialah orang yang sedang melakukan perjalanan dan bekal perjalanannya tidak cukup.

CATATAN: Terdapat perbedaan pendapat yang cukup luas dalam menafsirkan istilah “fi sabilillah” sebagai salah satu sasaran pengalokasian zakat. Jumhur ulama membatasi arti “fi sabilillah” pada jihad yang berupa perang fisik melawan orang-orang kafir, sehingga pada pos ini yang berhak menjadi sasaran pengalokasian zakat hanyalah para mujahidin yang sedang berperang saja, menurut pendapat sebagian ulama, atau termasuk juga untuk segala perlengkapan dan kebutuhan perang, menurut sebagian ulama yang lain.

Sementara itu ada pendapat lain yang mengartikan kata “fi sabilillah” secara luas meliputi semua bentuk kebajikan, ketaatan dan  pendekatan diri kepada Allah tanpa kecuali. Sehingga menurut pendapat ini, harta zakat boleh dipergunakan untuk kepentingan apa saja yang maslahat, baik dan dalam konteks ketaatan serta kebajikan. Pendapat terakhir ini, menurut hemat kami, tidak cukup kuat, karena tidak sesuai dengan QS. At-Taubah: 60 itu sendiri, yang membatasi pengalokasian zakat pada delapan ashnaaf (sasaran) saja. Pendapat ini juga menjadikan penyebutan kedelapan ashnaaf dalam ayat tersebut seakan-akan tidak berarti, karena tujuh ashnaaf yang lain itu juga termasuk dalam cakupan “fi sabilillah” dengan makna yang sangat umum dan luas tadi. Disamping dengan penafsiran tersebut, zakatpun jadi tidak memiliki perbedaan yang spesifik dan signifikan dari infaq dan shadaqah pada umumnya.

Maka berdasarkan alasan-alasan tersebut dan yang lainnya, kami lebih cenderung memilih pendapat pertama, meskipun tidak sepenuhnya, yakni pendapat jumhur yang membatasi pada makna jihad, namun dengan sedikit memperluas cakupan mafhum (pengertian) jihad, sehingga tidak terbatas pada jihad qitali (perang) saja. Dan ini sesuai dengan pendapat Dr. Yusuf Al-Qardhawi (dalam Fiqhuz Zakah jilid II hal 650-669).

Namun  di dalam praktik di lapangan, tidak jarang dijumpai kondisi dimana sebuah proyek ’amal khairi islami (proyek sosial Islam), seperti pembangunan masjid, pembangunan sekolah Islam, operasional pendidikan Islam pembangunan gedung dakwah,  donasi dakwah, dan lain-lain, sedang sangat membutuhkan dana secara mendesak. Jika masih ada dana infaq dan shadaqah umum yang tersedia, maka dana itulah yang harus digunakan untuk menutup kebutuhan proyek-proyek tersebut, tanpa harus diambilkan dari dana zakat. Tapi jika yang ada dan tersedia hanya dana zakat, sementara kebutuhan sangat mendesak, maka ditolerir – dalam kondisi seperti ini saja – penggunaan dana zakat secukupnya dalam proyek-proyek islami tersebut. Wal-Lahu a’lam.

 

GOLONGAN YANG TIDAK BERHAK MENERIMA ZAKAT

  1. Orang kaya, ialah orang yang penghasilannya mencapai nishab setelah dikurangi kebutuhan-kebutuhan pokoknya.
  2. Orang yang mampu dan berpeluang untuk bekerja
  3. Non muslim, baik harbi maupun dzimmi
  4. Isteri, bapak keatas, ibu keatas, dan anak kebawah
  5. Keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top