Fiqih Zakat

Bagikan Kabar Kebaikan

Oleh : Ahmad Mudzoffar Jufri

MUKADIMAH

Sebagai salah satu kewajiban, bahkan rukun dan pilar utama ajaran Islam, selama ini zakat belum mendapatkan perhatian yang semestinya dari umat Islam, baik dalam tataran pemahaman maupun pelaksanaannya. Hal ini berbeda dari perhatian mereka terhadap rukun-rukun Islam yang lain, seperti shalat, puasa dan haji, meskipun perhatian terhadap rukun-rukun tersebut juga belum ideal. Disamping itu, selama ini permasalahan zakat juga seringkali hanya diangkat pada bulan Ramadhan, dengan anggapan bahwa zakat itu hanya terkait dengan bulan Ramadhan. Padahal, permasalahan zakat sebetulnya bukan hanya permasalahan di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, menjadi amat penting untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap zakat – dengan menggalakkan sosialisasi dan kajian tentang zakat, serta optimalisasi peran lembaga-lembaga amil zakat – , dengan tidak membatasinya pada bulan Ramadhan saja.

 

URGENSI, FUNGSI, DAN MANFAAT ZAKAT

  1. Zakat merupakan rukun ketiga diantara rukun-rukun Islam yang, dalam Al-Qur’an maupun Hadits, hampir senantiasa digandengkan dengan shalat. Dan Islam tidak akan tegak kecuali dengan ditegakkan seluruh rukunnya, termasuk dalam hal ini zakat, sebagaimana sebuah bangunan tidak akan tegak kecuali jika tegak seluruh tiang penyangganya.
  2. Zakat merupakan bukti dan parameter keimanan serta keislaman seseorang. Maka, tidak berzakat bagi yang mampu menunjukkan adanya “cacat” dalam keimanan dan keislamannya.
  3. Zakat merupakan salah satu sumber kekuatan bangunan ekonomi umat, disamping merupakan salah satu faktor penting untuk mewujudkan tanggung jawab sosial dan keseimbangan dalam distribusi harta. (Lihat QS Al-Hasyr : 7)
  4. Jika ditunaikan dan dikelola dengan benar, zakat merupakan solusi terbaik untuk memberantas kemiskinan di kalangan umat Islam dan negeri-negeri muslim.
  5. Zakat merupakan wujud dan bukti rasa syukur seorang mukmin atas kelapangan rizki yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
  6. Zakat berfungsi untuk menyucikan jiwa muzakki dari sifat kikir, zhalim dan cinta dunia, sekaligus membersihkan jiwa para fakir miskin dari sifat benci dan dengki terhadap orang-orang kaya.
  7. Zakat berfungsi sebagai pembersih harta pemiliknya. Harta yang tidak dizakati adalah harta yang kotor karena masih tercampur dengan hak milik orang lain, karena bagian dua setengah persen yang harus dibayarkan itu misalnya, sudah menjadi hak milik sah para mustahiq (para fakir miskin dan lain-lain; lihat QS At-Taubah : 60).
  8. Zakat, sebagaimana juga infaq dan shadaqah, tidak akan mengurangi harta tetapi justru akan menambahnya, baik menambah nominalnya ataupun barakahnya.
  9. Dengan berzakat, seseorang akan terbebas dari ancaman siksaan pedih di Neraka, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam QS Ali Imran : 180 dan QS At-Taubah : 34 – 35.
  10. Orang yang berzakat, sebagaimana juga yang berinfaq dan bershadaqah, akan dicintai oleh Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dan hal ini akan mewujudkan eratnya jalinan ukhuwah dalam tubuh masyarakat muslim.

 

MACAM-MACAM ZAKAT

Dalam Islam, zakat terbagi menjadi dua macam sebagai berikut :

  1. Zakat fitrah, ialah zakat yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim atas nama dirinya dan yang dibawah tanggung jawabnya, pada penghujung bulan Ramadhan, sebelum shalat Idul Fitri, bila yang bersangkutan memiliki kelebihan harta untuk keperluan pada hari itu dan malam harinya. Adapun kadar yang dibayarkan adalah satu sha’ (kurang lebih 2,2 kilogram [atau yang biasa digenapkan menjadi 2,5 kilogram] dari bahan pokok setiap daerah). Menurut sebagian ulama’, zakat fitrah juga bisa ditunaikan dalam bentuk nilai mata uang seharga kadar zakat tersebut, khususnya jika hal itu lebih bermanfaat bagi fakir miskin yang menerimanya. Dan karena keterkaitannya yang lebih kuat dengan diri si pembayar zakat daripada keterkaitannya dengan harta, zakat ini juga dikenal dengan sebutan zakat diri (zakatul abdaan).
  2. Zakat harta (zakatul amwaal / zakat maal), ialah zakat yang wajib ditunaikan atas kepemilikan harta dengan ketentuan-ketentuan khusus terkait dengan jenis harta, batas nominalnya (nishab), dan kadar zakatnya. Zakat ini disebut dengan zakat maal karena keterkaitannya yang lebih kuat dengan harta daripada keterkaitannya dengan diri pemiliknya. Oleh karena itu, syarat-syaratnya pun lebih banyak yang terkait dengan harta daripada dengan diri pemiliknya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top